Kolom  

Pandangan Mahasiswa UMM Soal Peranan Filsafat Dalam Praktek Kependidikan

Foto
RIF’AN HARIRI S.TP Guru Pengajar Program Keahlian Agrobisnis Pengolahan Hasil Pertanian Mahasiswa Magister Agribisnis Direktorat Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang

JOMBANG – Tak terasa dipenghujung bulan ini kita akan menatap Hari Guru Nasional pada tanggal 25 November 2021. Guru dan kependidikan adalah 2 hal yang tak bisa dipisahkan.

Kenapa demikian, dikarenakan kependidikan tidak bisa berjalan tanpa adanya guru, begitupun sebaliknya, pendidikan diera saat ini telah mengalami perubahan dibandingkan zaman dahulu.

Untuk itu tugas utama seorang guru adalah membentuk manusia yang berbudi luhur dan berilmu. Filsafat adalah suatu upaya memperoleh kebijaksanaan.

Filsafat dan kependidikan merupakan mempunyai hubungan yang erat. Banyak ahli filsafat yang juga ahli dalam ilmu pengetahuan, sebagai contoh Immanuel Kant, atau Rene Des Cartes. Dari sini bisa dipahami bahwa filsafat mempunyai peran dalam berkembangnya ilmu pengetahuan.

Guru sebagai penggerak dunia kependidikan alangkah baiknya memahami filsafat kependidikan sehingga bisa mewujudkan manusia yang berbudi luhur dan berilmu.

Salah satu ahli filsafat yaitu Socrates (470 SM), menyatakan bahwa salah satu hal penting dalam kependidikan adalah dialektika, sistem dialektika ini berhasil menghasilkan filusuf besar yaitu plato.

Dialektika ini merupakan komunikasi dua arah antara seorang guru dan murid. Seorang guru sebaiknya tidak memaksakan suatu gagasan atau kehendak kepada siswa, melainkankan siswa didorong untuk berpikir kritis. Cara semacam ini relevan diterapakan dalam kependidikan saat ini.

Hal ini dikarenakan dengan berkembangnya jaringan internet, maka seorang murid dapat memperoleh suatu informasi atau pengetahuan lebih cepat dan lebih terbaru dibandingkan seorang Guru.

Bagi seorang berprofesi sebagi guru sebaiknya tidak menutup diri jika seorang murid mempunyai pendapat atau pemikiran yang berbeda.

Dari perbedaan pendapat inilah terjadi dialog untuk menentukan titik temunya dan sebagaimana dalam proses dialog ini akan membentuk pola pikir kritis dari seorang murid.

Hal ini lebih baik dari pada murid hanya mendengar penjelasan dari seorang guru, dengan terjadinya dialog maka akan mendorong murid berani mengungkapkan pendapat yang menurutnya benar.

Menurut pandangan seorang filsafat John Dewey (1859 – 1952) menyatakan bahwa pengalaman adalah basis pendidikan.

“Pendidikan adalah penggalian dan pengolahan pengalaman secara terus menerus. Pengalaman ini bisa diperoleh ketikabereksperimen selama pembelajaran atau berasal dari kejadian yang dialami sehari hari,” terangnya.

“Murid sebaiknya didorong untuk mengungkapkan fenomena atau pengalaman yang dialami dalam kehidupan sehari hari untuk dijadikan obyek pembelajaran. Pemahaman yang didapatkan seorang murid berdasarkan pengalaman atau eksperimen jauh lebih kuat dari pada sekedar mendengarkan penjelasan seorang guru,” cuplikan kutipan dari filsafat John Dewey.

Dengan demikian pandangan apa yang dikemukakan John Dewey ini relevan dengan pemikiran Socrates.

Oleh Karena itu tidak ada salahnya seorang guru harus mampu mendorong murid untuk mampu berpikir kritis, bereksperimen sehingga mampu menarik kesimpulan secara benar.

Pada akhirnya pendidikan bukan hanya sekedar transfer pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu proses yang mendorong murid untuk mengembangkan pemikirannya dengan berpikir kritis.

Sama halnya menurut pemikiran filsafat Socrates adalah tentang budi luhur. Ungkapan yang paling terkenal dari pemikirannya adalah “kenalilah dirimu dan Kehidupan yang tidak dikaji bukanlah kehidupan yang layak dijalani,” kutipan dari Socrates.

Didalam arti atau maksud ungkapan dari Socrates tersebut adalah adalah bahwa manusia harus berpikir tentang apa yang menjadi tujuan hidupnya dan apa yang dicari dalam hidup.

Masih pemikiran Socrates adalah tentang etika yang terkenal ‘Budi adalah tahu’. Dimana maksud dari ungkapan terjabarkan.

“Jika seseorang berpengetahuan maka dengan sendirinya akan berbudi baik. Pengetahuan disini bukan hanya tentang ilmu pengetahuan tetapi juga tentang baik buruknya sesuatu hal dalam hubungan sosial,” ungkapan dari kutipan Socrates.

Sangat mendalam jika ditelaah lebih lanjut ada kebenarannya. Fenomena yang terjadi saat ini banyak anak yang tidak mendapatkan pendidikan dengan layak terlibat dalam pelanggaran hukum seperti tawuran, balapan liar dan lain sebagainya.

Sayang, konsep etika dalam filsafat Socrates pada saat ini cenderung mulai diabaikan. Walau demikian masih belum terlambat, alangkah baiknya para guru juga mengedepankan etika dalam kependidikan.

Jika cenderung mengejar nilai akademis para murid akan melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai akademis yang baik, termasuk melakukan tindakan yang tidak jujur. Kebiasaan melakukan perbuatan tidak jujur inilah yang akan dibawa sampai dewasa jika tidak disikapi dengan benar.

Pada akhirnya tujuan suatu pendidikan adalah membentuk manusia yang berilmu dan berbudi luhur. Penerapan filsafat dalam pendidikan dapat membantu menyeimbangkan antara ilmu dan budi pekerti yang luhur.

Oleh karena itu penerapan filsafat dalam pendidikan sudah selayaknya dimaksimalkan mulai saat ini.

Opini : RIF’AN HARIRI S.TP
Guru Pengajar Program Keahlian Agrobisnis Pengolahan Hasil Pertanian.

Mahasiswa Magister Agribisnis
Direktorat Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Malang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *