Teatrikal Zaman Penjajahan Tampil Dalam Pawai Budaya di Desa Sumberagung

Pawai Budaya
Teatrikal kondisi pejuang di zaman kolonial yang ditampilkan dalam pawai budaya memperingati HUT ke-77 Kemerdekaan RI, di Desa Sumberagung, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Minggu (28/8/2022) siang. (JombangKU/HER)

JOMBANGKU.com – Pawai budaya memperingati HUT ke-77 Kemerdekaan RI digelar Desa Sumberagung, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Minggu (28/8/22) siang. Ribuan warga dari berbagai penjuru Kecamatan Perak, tampak memadati rute pawai.

Acara pawai berlangsung semarak. Pandangan mata ribuan warga yang memadati rute pawai, dimanjakan dengan kreatifitas, aksi maupun penampilan unik peserta pawai.

Kepala Desa Sumberagung, Mohammad Mukhlis mengungkapkan, pawai budaya melibatkan 8 RW. Setiap RW menjadi satu rombongan peserta, dimana masing-masing melibatkan 100 orang untuk terlibat dalam pawai.

Salah satu penampilan dalam pawai budaya di Desa Sumberagung, yakni teatrikal yang menggambarkan kehidupan dan beratnya perjuangan di masa penjajahan.

Menurut Muchlis, teatrikal tersebut bertujuan untuk kembali mengingatkan kepada masyarakat tentang pentingnya bersyukur atas kemerdekaan yang dicapai. Kemerdekaan bangsa Indonesia diperoleh dengan tetesan keringat dan darah pejuang.

“Salah satu yang diusung dalam kirab budaya tadi, yakni teatrikal zaman penjajahan. Tujuan panitia karnaval sendiri, untuk memberikan gambaran kepada generasi penerus bahwa setiap tujuan pasti membutuhkan perjuangan,” jelas dia di sela kegiatan pawai budaya.

Teatrikal zaman penjajahan yang disuguhkan kepada penonton di salah satu rombongan pawai, menampilkan sosok pribumi yang berjuang melawan penjajah, namun akhirnya tertangkap oleh serdadu penjajah.

Dia kemudian diarak oleh serdadu untuk dipertontonkan kepada masyarakat Indonesia, bahwa jalan perjuangan yang mereka tempuh adalah salah.

Namun, siksaan para serdadu tak mengendurkan keteguhan sang pejuang. Demi menjaga nyala perjuangan meraih kemerdekaan, sang pejuang rela menerima siksaan keji.

Tak ayal, ceceran darah pejuang membasahi pakaian yang dikenakan. Dia diarak serdadu penjajah dengan kondisi leher, tangan, serta kaki dibelenggu.

Kades Sumberagung yang akrab disapa Mbah Mukhlis menuturkan, pesan dari teatrikal zaman penjajahan adalah untuk mengingatkan semua elemen masyarakat, utamanya generasi penerus bangsa jangan sampai lupa untuk terus bersyukur.

Pesan pentingnya, kemerdekaan Bangsa Indonesia yang kini sudah memasuki usia 77 tahun, tidak dicapai dengan mudah dan ada harga yang harus dibayar oleh para pahlawan.

“Disini kami ingin menekankan jika dalam meraih kemerdekaan, ada harga yang dibayar oleh pahlawan. Termasuk perjuangan mereka untuk mempertahankannya dari penjajah,” kata Mbah Mucklis.

Selain teatrikal zaman penjajahan, ribuan pengunjung yang memadati rute pawai, disuguhi berbagai tema yang ditampilkan rombongan lainnya. Sebanyak 8 RW ambil bagian dalam pawai, menempuh rute dari Masjid Dusun Ngampel dan berakhir di lapangan desa.

“Untuk keseluruhan konsep dalam pawai budaya, dikonsep oleh panitia tiap-tiap rukun warga (RW). Kami meyakini untuk menampilkan ratusan peserta, mereka mencurahkan tenaga, fikiran, hingga biaya,” tandas Mbah Mukhlis.

Masih dilokasi yang sama, Masyono, salah satu penonton pawai budaya asal Desa Gadingmangu, menuturkan jika ia sangat puas dengan tampilan dari para peserta pawai. Kendati, saat disuguhi teatrikal zaman penjajahan sang keponakan sempat ketakutan.

“Tidak rugi, datang agak jauh dari Gadingmangu. Karena karnavalnya sangat meriah, dan tidak menyangka ternyata diikuti oleh ratusan peserta,” ujarnya. (HER/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *