Wayang Potehi Go Internasional, Klenteng Hong San Kiong Gudo Jombang Jadi Pusat Penelitian

Toni Harsono, penggiat wayang potehi di Klenteng Hong San Kiong Gudo Jombang

JOMBANGKU.COM – Wayang Potehi telah dikenal hingga ke mancanegara. Siapa sangka ternyata pusat penelitiannya di Indonesia berada di Klenteng Hong Sang Kiong Gudo Jombang.

Toni Harsono adalah sosok yang berjasa menghidupkan kembali wayang potehi di Indonesia. Berkatnya, banyak siswa, mahasiswa dosen hingga budayawan dari dalam hingga luar negeri mengunjungi Gudo untuk melakukan penelitian mengenai warisan budaya Tiongkok tersebut.

Ketua Yayasan Klenteng Hong Sang Kiong ini berbagi cerita dengan JombangKu.com mengenai awal mula kecintaannya dengan wayang potehi hingga tergugah untuk melestarikannya.

Sejak kecil Toni telah tinggal di Kelenteng Hong San Kiong dan terbiasa berkutat dengan wayang potehi bersama ayahnya. Darah seni mengalir pada tubuh Toni, Kakeknya Tok Su Kwie dan ayahnya Hok Hong Kie adalah dalang wayang potehi.

“Kakek saya itu dalang dari Tiongkok yang datang ke Indonesia sekitar tahun 1920-an. Ada arsip sketsa tertulis Fu He An pementasan kakek saya di Surabaya tahun 1933,” paparnya pada JombangKu.com, Senin (28/12/2020).

Arsip sketsa tersebut ditemukan di KITLV, lembaga ilmiah penelitian antropologi, ilmu bahasa, ilmu sosial dan ilmu sejarah.

Toni Pernah Tidak Tertarik dengan Wayang Potehi

Setiap tahunnya wayang potehi dipentaskan di Klenteng Hong San Kiong yang berlangsung sekitar satu bulan dalam rangkaian upacara ulang tahun Dewa. Ketika pementasan tersebut selesai, Toni merasakan sakit karena suasana di sekitar klenteng menjadi sepi.

“Itu sekitar kelas 4 dan 5 SD. Padahal sudah saya lawan. Setelah pementasan ini bubar saya sakit, saya sempat melawan dengan mengalihkan perhatian. Tapi tetap saja sakit,” ungkap pria kelahiran tahun 1969.

Setelah momen tersebut, Toni mencoba menarik diri untuk tidak berkutat dengan wayang potehi. Namun seiring berjalannya waktu sekitar tahun 2001, pemilik hobi modifikasi motor tersebut kembali tergugah untuk melestarikan kesenian yang telah ia kenal sejak kecil.

Berangkat dari ketidakpuasannya melihat bentuk-bentuk wayang potehi yang kurang bagus dan tidak sesuai dengan pakem, Toni melakukan penelitian berkeliling kota di Indonesia hingga keluar negeri di sela-selanya pekerjaannya.

“Saya menelusuri bentuk-bentuk boneka potehi asli Tiongkok melalui peninggalan kakek yang berjumlah 30. Selain itu dibantu juga dengan Pak Tio di Semarang yang memiliki sekitar 30 boneka,” ungkapnya.

Toni bahkan berangkat ke Hotel Tugu Malang untuk melihat koleksi wayang potehi hingga mendatangkan langsung dari Tiongkok. Pada masa dimana internet masih langka di Indonesia, penelusuran bentuk-bentuk wayang potehi bukan hal yang mudah bagi Toni.

Penyuka cerita wayang potehi berjudul Kwang Kong tersebut juga sempat mendapat penolakan saat ingin melihat koleksi potehi. Namun meski berjuang sendirian saat itu, tekadnya telah bulat untuk melestarikan budaya yang telah ia kenal sejak kecil. Tujuan utamanya adalah ingin membantu dalang dan seniman wayang potehi untuk mendapatkan kemudahan dalam pementasan.

“Jadi dulu itu kalau akan pentas, boneka saja tidak ada. Harus cari pinjaman dan sewa dengan sistem bagi hasil, 10% pemilik boneka dan sisanya untuk para dalang dan seniman wayang potehi,” tuturnya.

Komunitas Fu He An saat di Taiwan. Foto: dok. Toni Harsono

Klenteng Hong Sang Kiong jadi Pusat Penelitian Wayang Potehi

Kesuksesan Toni menghidupkan kembali wayang potehi mendapatkan antusiasme yang luar biasa. Segenap siswa, mahasiswa, dosen hingga budayawan tertarik mengetahui seluk beluk seni asli Tionghoa ini. Bahkan, beberapa pihak mendatangi Gudo Jombang untuk melakukan penelitian.

Beberapa dosen dan mahasiswa yang meneliti wayang potehi diantaranya dari Universitas Indonesia, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Airlangga, Universitas Negeri Surabaya bahkan ada pula penggiat seni dari Hawaii yang tertarik datang ke Gudo Jombang.

Seorang dosen UNS, Siti Muslifah, mendapatkan kesempatan untuk presentasi terkait wayang potehi di Leiden Belanda setelah melakukan penelitian di Gudo Jombang.

Kedubes Amerika juga tertarik dengan wayang potehi yang memberikan Toni kesempatan untuk berbagai informasi seputar seni Tionghoa di markas @amerika yang terletak di Gedung Pacific Place Jakarta Selatan.

Toni juga kerap mendapat undangan dari luar negeri dalam rangka festival seni untuk memberikan informasi seputar wayang potehi. Beberapa negara yang telah dikunjungi antara lain Taiwan, Malaysia, Tiongkok dan Jepang.

Sejumlah penghargaan juga diterima Toni Harsono terkait penggiat wayang potehi. Beberapa di antara puluhan penghargaan tersebut berasal dari Museum Coancu Provinsi Hokian Tiongkok, MURI sebagai kolektor wayang potehi terbanyak hingga BEM Universitas Hasyim Asy’ari.

Saat ini pemilik nama Tiongkok Tok Hok Lay ini tenggah membangun Museum Potehi yang diharapkan akan jadi tempat penelitian wayang potehi hingga pusat kesenian di Jombang. Lebih dari 90 wayang potehi berjajar di museum ini dan ada pula panggung potehi yang berusia lebih dari 300 tahun.

Wayang Potehi Kesenian Tiongkok di Indonesia

Toni menjelaskan, wayang potehi adalah kesenian Tiongkok yang dibawa ke Indonesia. Nama potehi berasal dari kata pou te hi yang berarti boneka kantong kain. Sesuai cerita legenda, kesenian ini lahir dari dalam penjara yang dikisahkan ada lima orang tengah menunggu hukuman mati.

Ketika empat orang bersedih menanti ajal, satu orang mengusulkan untuk menghibur diri. Mereka akhirnya memainkan musik menggunakan perkakas panci dan piring sementara ada yang menjadi dalang memandu jalannya cerita.

Kabar lima seniman dadakan ini terdengar Kaisar dan memainkan pertunjukkan hingga akhirnya mereka diampuni serta dibebaskan dari hukuman.

(alv/jk)

Exit mobile version