JOMBANGKU.COM – Hari 23 Juni, dimana bertepatan dengan Hari Anak Nasional (HAN). Sebelumnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang mendapatkan penghargaan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Namun dalam catatan Womens Crisis Center (WCC) Jombang merupakan lembaga pendampingan perempuan korban kekerasan untuk melakukan pendampingan psikologis dan hukum juga melakukan pendampingan terhadap masyarakat. Mencatat ada sekitar 49 lebih kasus di bulan Juni tahun 2021 ini.
Direktur ekskutif Womens Crisis Center (WCC) Ana Abdilah menerangkan bahwa jumlah kasus persoalan terhadap anak khususnya di Kabupaten Jombang, kian meningkat dari tahun ke tahun.
“Catatan kami dihari anak ini, banyak sekali problematika persoalan anak di Kabupaten Jombang ini, sangat penting sebagai perhatian oleh pemerintah Kabupaten Jombang pada khususnya, ya persoalan yang menjadi urgent salah satunya perkawinan anak disaat masa Pandemi Covid Ini, mengalami kenaikan 3 kali lipat dari tahun sebelumnya” terangnya pada JombangKu.com. Jumat (23/7/2021) malam.
Dari tahun 2019 sekitar 100 sekian, untuk 2020 ada kenaikan hampir 3 kali lipat, rata rata-rata kasus pada anak anak diusia remaja yang masih sekolah.
“Kasus kebanyakan dari anak usia masih remaja masih duduk di bangku sekolah, akhirnya mau tidak mau mengajukan dispensasi kawin (Nikah). Ini kemudian menjadi crisisnya akses kepentingan terbaik bagi anak untuk mengenyam pendidikan,” papar Ana.
Dijelaskan Ana, tidak sedikit persoalan persoalan seperti anak mengalami hamil yang tidak diinginkan atau anak menjadi korban seksual.
“Itu dia (anak) tentunya kehilangan akses untuk mengeyam pendidikan dikarenakan terpaksa menjadi orang tua tunggal diusia remaja, dan lain sebagainya, banyak sekali mereka juga dibilang belum bebas dari stigma menjadi korban,” jelasnya.
Masih keterangan Ana bahwa persoalan kasus pada anak tidak bisa dibiarkan, hal itu merujuk aka masa depan anak yang menjadi korban kekerasan.
“Kemarin juga cukup ramai di kalangan praktisi di kabupaten Jombang, dimana kasus asusila itu terdakwanya diputus bebas, itu juga sebagai catatan bagi Pemerintah Daerah Jombang, bagaimana bisa membangun sinergi stakeholder.
Masalah penangan kasus perempuan dan anak di Kabupaten Jombang,” terangnya.
Menanggapi akan banyaknya kasus terhadap perempuan dan anak, tidak bisa dianggap remeh, dimana kasus pada anak tentunya akan membuat korban mengalami gangguan mental pada korban.
“Kita mengamati kasus persoalan pada anak sendiri sangat multi dimensi, artinya tidak memandang status sosialnya. Kalau aku menilai justru dari orang terdekat itu sendiri, semisal guru dengan muridnya, santri dengan kiainya/ pengasuh pondok, dan orang tua kandung dengan anaknya, kalau itu berbicara kita tentang relasi kuasa saja,” lanjut Ana.
Tidak bisa menyalahkah pada anak sebagai korban terkadang korban dirayu oleh pelaku dengan sebuah janji atau doktrin khusus, untuk memuluskan niat jahat pelaku pada korban.
“Unsur bujuk rayu atau dijanjikan atau bahkan memasukkan doktrin doktrin yang membuat anak. Akhirnya anak merasa ketakutan tidak tidak berdaya atau diperdaya mereka (koban) untuk bisa menyampaikan persoalannya pada siapapun, bahkan ada juga si anak melalukan atas dasar kerelaaan (Suka sama suka). Nah, ini sangat penting bagi publik bahwasanya Undang Undang Perlindungan Anak, itu tidak mengenal suka sama suka hukum tetap berjalan,” imbuhnya.
Untuk itu, Bulan Juni 2021 bertepatan dengan Hari Anak Nasional (HAN) ini, ditegaskan Ana, ada sekitar hampir 50 Kasus, sedangkan 2020 itu sekitar 83 kasus. Kasus tersebut diduga akan lemahnya pengawasan pada anak.
“Belajar daring itu juga membuat mentoring orang tua terhadap anak pada gadgetnya, kan tidak terkontrol. Itu juga sebagai memicu kekesaran seksual berbasis siber,” papar Ana.
Dengan demikian, diungkapkan Ana WCC mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang segera menuntaskan kasus kasus persoalan terhadap anak yang hingga kini dinilai kurang responsif.
“Saya lebih sebagai cacatan ada banyak sekali beberapa persoalan anak yang harus refleksi. Jadi Hari Anak Nasional ini, bukan sebagai ajang serimoni tapi seharusnya sebagai ajang refleksi persoalan anak yang belum tertuntaskan,” ungkapnya.
Personalan tersebut ditegaskan Ana diantaranya seperti tingginya perkawinan diusia remaja, sehingga terhambat akan masa depan anak itu sendiri.
“Tingginya angka perkawinan anak, korban KS masih berpendidikan, terus KS yang menjadi orang tua tunggal. Kemudian ada korban KS yang luka fisik dan derita psikisnya itu belum tervasilitasi pemulihan atau ada anak yang lingkungan sosialnya masih penuh dengan stigma. Yang pasti Pemkab Jombang harus bisa menyikapi persoalan anak itu sendiri,” pungkasnya. (HR/red).